Hari Suci Penampahan Galungan jatuh bertepatan pada hari Selasa (Anggara), Wage Wuku Dungulan. Menurut Lontar “Sastra Sundharigama” pada hari penampahan ini segenap umat Hindu melaksanakan Penyomyaan atau menetralisir kekuatan Sang Kala Tiga supaya kembali ke sumbernya menjadi Kala Hita, dari Bhuta Hita ke Dewa Hita yaitu unsur-unsur negative ke unsur-unsur positif melalui pelaksanaan upacara tebasan penampahan.
Kata penampahan berasal dari kata “nampah atau nampeh” kemudian menjadi “nampa” yang berarti mempersembahan. Dari kata nampa menjadi namya yang artinya sembah. Dengan demikian penampahan ini dimaksudkan adalah mengembalikan ke sumbernya atau di somya (kamus Kawi-Bali). Tetapi ada pula yang mengartikan kata “nampah” itu sembelih karena pada hari ini umat Hindu Bali banyak menyembelih babi atau symbol dari kemalasan untuk dipakai sesaji lawar dan sate untuk dipersembahkan kepada sang kala tiga amangkurat.
Pada hari penampahan inilah merupakan hari turunnya dari Sang Kala Tiga yang paling sangat keras dan sangat ganas yang berupa Sang Kala Tiga Amangkurat, yang dapat menggoda manusia apabila kita kurang mauawaspada, sehingga dapat menimbulkan pertengkaran, kesedihan dan kekacauan yang bertentangan dengan dharma.
Oleh karena itulah upacara tebasan penampahan merupakan hal yang sangat penting sehubungan rangkaian Galungan, karena memiliki tujuan untuk menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat Asuri sampad, baik untuk Bhuwana Agung maupun itu Bhuwana Alit, agar menjadi kekuatan Daiwi Sampad (sifat kedewataan), sehingga dapat menjaga keseimbangan keselarasan dan keserasian antara Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit, sekala niskala dan secara fisik dan mental, sehingga Dharma dapat ditegakkan.
Waktu Pelaksanaan Hari Raya Penampahan Galungan:
Pelaksanaan upacara dilakukan biasanya pada Dauh Tiga atau sekitar Pk.12.00 siang hari, atau disebut juga dengan Dauh Sandi Kala, dan juga pada Dauh empat yaitu sekitar Pk.17.30 sore, disebut dengan Dauh Sandi Kawon.
Tempat Pelaksanaan Upacara :
Pelaksanaan upacara ini dilakukandi halaman rumah (ditengah-tengah natah), yang merupakan simbul dari madyaning mandala sebagai titik episentrum dari kekuatan Sang Kala Bhucari.
Upakara-upakaranya :
- Untuk upakara untuk di pekarangan rumah, halaman rumah dan pintu masuk/lebuh, berupa segehan agung dan nasi sasah berwarna putih 5 tanding, hitam 4 tanding dan merah 9 tanding dengan berisi lengkap dengan olahan daging babi berupa urab-uraban putih-merah, dilengkapi dengan canang genten, canang biasa, tirta/toya anyar, dupa dan tetabuhan, dan tebasan penampahan.
- Untuk pebersihannya dari anggota keluarga berupa : Byakala, Prayascita dan Sesayut Pemiyak kala.
- Penjor yang lengkap memakai sanggah, sampyan, lamak, serta gantung-gantungan, tetandingan dengan pala bungkah, pala gantung, jajan dan hiasan.
Pelaksanaan Upacara :
- Bhuta Yadnya, berupa segehan agung di pekarangan rumah, halaman rumah dan di lebuh, dihaturkan pada siang hari ( setelah selesai memasak olahan babi atau apapun itu), ditujukan pada Sang Bhuta Kala Amangkurat/ Sang Kala tiga, bertujuan untuk nyomya/ mengembalikan beliau ketempat asalnya semula, dengan permohonan supaya menghentikan bermacam godaannya dan memberikan keselamatan pada manusia dalam melanjutkan perjuangan hidupnya untuk menegakkan Dharma.
Bhuta Yadnya yang dilaksanakan berupa: Byakala, Prayascita, Sesayut Pemiyak Kala, dilaksanakan pada sore hari (pada sandi kawon), yang ditujukan pada Sang Kala Tiga, kemudian dilanjutkan natab pembersihan dengan lis senjata-senjata banten pareresikan itu yang dipakai bekerja mensucikan dalam rangka Galungan, dan selanjutnya kepada semua anggota keluarga, kecuali yang masih kecil (belum tanggal gigi). upacara ini bertujuan untuk memohon pembersihan dan penyucian dari unsur-unsur para bhutaNya Sang Kala Tiga. Upacara ini diakhiri dengan ngayab dan natab, yaitu menghaturkan dan memohon bersama-sama agar dilimpahkan karunia berupa keselamatan untuk semua anggota keluarga.
DUDONAN :
- Magegelaran
- Ngajum Tirta Pareresikan :Byakala, Durmanggala, Prayascitta, Pangulapan, Tepung Tawar, Lis, disesuaikan.
- Ngelukat Banten.
- Mlaspas dan Ngurip Banten
- Ngadegan Banten.
- Puja Upesaksi Yadnya : Surya, Akasa, Pertiwi, Ista Dewata /Tiga Guru, Saraswati dan Durga stawa.
- Ngadegin Bhtara puja sonteng lan pranamya.
- Ngaturang Pasucian Krik Keramas : Pasucian/ Hyastu, Tigasan, Puspa, Tirta dan Panyeneng.
- Nganteb Banten Sorohan : a. Sang Kala Tiga, b. Sesayut/ Ayaban, c. Tri Bhuwana stawa, d. Pamuktian Dewa dan Bhuta. e. Peras, f. Pertiwi, g. segehan.
- Pamuspan, Kramaning sembah.
Untuk Tata Pelaksanaan dan Dudonan, disesuaikan dengan upakara yang digunakan sama dengan Dudonan Sugihan atau yang lainnya, kemudian untuk pangastawa Ista Dewatanya dipakai Pangastawa “Tiga Guru, Samodaya dan Durga Astawa”, dan untuk Sesonteng dan Sesayutnya seperti yang dicontohkan berikut ini :
PUJA SESONTENG :
Om Nastuti pukulun paduka Bethara Sang Hyang Tiga Wisesa, angadeg sira ring madyapada, saksinan pangubaktin pinakengulun, angaturaken tadah saji pawitra saprekara ning tinebasan, anebas ana sarwa lara wigna, geleh pateleteh ri sariran…(nama kel)
Asung kertha wara nugraha paduka Bethara anurun ana tirtha saking akasa, menadya tirtha panglukatan pengeleburan dasa malaning manusa, matemahan sudha nirmala ya namah swaha, Om sriyam bhawantu, purnam bhawantu, sukham bhawantu ya namah.
Pengastawa Sang Kala Tiga :
SA, BA, TA , A, I, NAMAH SWAHA. Om indah ta kita Sang Kala Tiga , mijil sira saking Tri Bhuwana sekala niskala, Bhuana Agung kelawan Bhuana Alit, mari sira mona, mapupul sira kinabehan, ajakan kala wadwan sira saksinan manusanira, apaweha sira tadah saji sanggraha, maka sega brumbun, maiwak olahan bawi rateng, iki tadah sajinira, sama suka sama lolia sira, wus ta kita anadah saji, ingsun aminta kawisesan ta, aja sira kari angadakaken drewala-drewali, lara roga, wighna, agawe sira walik, sehananing JOTI, matemahan jati, ngeraris ta sira amuktisari, aja lupa aja lali ring tutur Sang Hyang Dharma, sumurupa sira menadi Dewata, pasang sarga ta sira ring Bhatara Siwa, ONG, ING, NAMAH
Memercikkan tirtha bayakawonan dan prayascita ke upakara, mantra :
Ong Jala Sidhi Maha Sakti, Sarwa Sidhi Maha Tirtha
Siwa Tirtha Manggala Ya, Sarwa Papa Winasanam
Ong, Sidhir astu Ya namah Swaha.
Ngaturang ayaban, Mantra :
Om, Sang Hyang Sapta Petala, Sang Hyang Panca Korsika Gana, Sang Hyang Panca Rupa, mekadi Sang Hyang Tri Pramana amageh aken ring sthanan nira sowing-sowang ri sang Tinamben-amben, Om Dirgayusa Ya namah swaha Om, Bhuta piyak, Kala piyak, Pisaca piyak, teka piyak pada piyak 3x. Ongkara Muktyayet sarwa peras presida sudha nirmala ya namah swaha
Mantra penyomya Bhuta :
A,Ta, Sa, Ba, I Sarwa Bhuta Kala Musswah Wesat, Ah…Ang
Mantra pangramped :
Om, Jala Sidhi Maha Sakti, Sarwa Sidhi Maha Tirtha,
Siwa Tirtha Manggala ya, Sarwa karya presidantu,
Om, Sidhi rastu tad astu astu ya namah swaha.
Atau menggunakan Tri Buwana Astawa
Mengucapkan mantra Penyomya Dewa (sebagai penutup)
Ung, Ang, Mang, Sarwa Dewa Mur Acintya. Suksma ya namah swaha, Ah,…Ang
GALUNGAN
Hari suci Galungan datangnya setiap enam bulan/210 hari sekali, jatuh pada hari Rabu, BudaKliwon Wuku Dungulan, yang merupakan klimaks atau puncaknya dari upacara Galungan ini. Sebagai peringatan perayaan kemenangan Dharma melawan a-Dharma dan sebagai hari pawedalan jagat.
Pada hari suci Galungan ini Sang Hyang Widhi dipercaya akanturun kedunia melalui manifestasinya sebagai Sang Hyang Siwa Mahadewa bersama para Dewata-dewati, dan Dewa Pitara, untuk memberikan restu kepada umatnya dan kepada preti sentananya masing-masing. Disamping itu para Dewa pitara ingin juga menyaksikan swadarma sentananya sebagai keturunan sang suputra, karena atas perbuatan kebajikan dari keturunannya yang suputra, akan dapat memberikan pengaruh terhadap leluhurnya, tentang peningkatan dari kehidupan leluhur (roh Suci) dialam Bhaka menuju ke alam Moksa (Moksartham Atmanam).
Tata cara Upacaranya :
- Persiapan pada satu hari sebelumnya, melaksanakan pembersihan pada palinggih di tempat-tempatupacara, serta dilanjutkan dengan memasang sarana-sarana perlengkapan berupa berbagai hiasan-hiasan, pada tempat-tempat pelaksanaan upacara berupa Raja pengangge/busana pelinggih dan perlengkapan lainnya seperti lamak, candiga, gantung-gantungan, dan pelawa.
- Pada Hari Suci Galungan : Ngunggahang Upakara Pada pelinggih Kamulan antara lain :
– Pejati asoroh,
– Banten danan
– Banten jerimpen alit
- Pada pelinggih yang lain :
– Banten danan
– Banten jerimpen alit
– Canang pesucian
- Upakara ayaban di Bale Piasan
– Banten ayaban senistane tumpeng 7 bungkul, dengan sesayut
– Sesayut Siwa sampurna
– Sesayut Puspa Dewa
– Sesayut Merta Dewa
– Sesayut pebersihan, penyambutan
- Perlengkapan yang lain :
– Rantasan
– Cecepan dan penastan
– Eteh-eteh pesucian
– Banten prayascita dan bayakawonan.
Tata Cara Pelaksanaan :
Untuk Tata Pelaksanaan dan Dudonannya akan menyesuaikan dengan upakara yang digunakan, kemudian untuk pangastawa Ista Dewatanya dipakai Pangastawa “Kawitan, Tiga Guru” Samodaya dan Pengastawa Khusus untuk Galungan, Kuningan, Pagerwesi”, dan untuk puja Sesontengnya dan Sesayutnya yang digunakan berbeda seperti yang dicontohkan berikut ini :
Puja sesonteng :
Sang Tabe Namasiwa ya, pukulun Paduka Bhatara sang Hyang Siwa Raditya, Sang Hyang Surya Chandra Wulan Lintang Tranggana, Mekadi paduka Bhatara Hyang Guru Kamulan, Hyang Guru Pitara, muwang Bhatara Hyang Guru Dadi, Prawatek dewata-dewati, Hyang Kawitan Hyang kemimitan kinabehan, tumurun aneng swarga, kahiring dening Prawatek widyadara-widyadari, Angadege Paduka Bhatara maring madyapada, anyeneng hana maring Pari Hyangan, Alungguh ristanan ta suwang-suwang, saksinan pangubaktin pinakengulun, maka damuh muwang preti stanan paduka bhatara sami,angaturaken tadah saji pawitra, seprakaraning Daksina miwah pesucian, angadeg de Paduka Bhatara,adyus, akeramas, asasucen, angereresiki, muwang akakampuh, wus asesucen ngeraris de Paduka Bhatara angayap sari,anyumput sari, angisep sarining yadnya, nanging akedik aturan pinakengulun, agung pinakengulun amelaku, mangda tan kekeneng Cakra Bawan Bhatara,Ong treptyantu ya namah swaha.
Ista Dewata Galungan dan Kuningan :
Om Giriphati Maha Wiryam, Mahadewa prasthita lingam
Sarwa Dewa pranayanam, sarwa jagat pratisthanam
KUNINGAN
Hari suci kuningan jatuh pada hari sabtu Kliwon Wuku Kuningan.Kata kuningan berasal dari kata kuning, yang dapat berarti selain warna juga berarti amertha. Sudut pandang yang lain juga menyebutkan bahwa kata kuningan berasal dari kata keuningan yang mengandung arti kepradnyanan, sehingga pada hari suci tersebut segenap umat Hindu memohon Amertha berupa kepradnyanan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dengan manifestasinya sebagai Sang Hyang Mahadewa yang disertai para leluhur ( Dewata-dewati).
Petikan dari Lontar Sundarigama menyebutkan :
Saniscara Keliwon wara kuningan Payoganira Bhatara Maha Dewa tumurun papareng para Dewata muang Sang dewa Pitara, tinanggapa bhaktin manusa, ameweha waranugraha amertha kahuripan rijanapada, asuci laksana, neher nemukti, bebanten sege, selangi, tebog, saha raka dane sangkep saha gegantungan tamiang kulem, ending sara, maka pralingga, ajasira ngarcana lepasing dauh ro, apan riteles ikang dauh,prewateking Dewata mantuk maring sunya Taya, hana muah pengaci ning janma manusa, sesayut prayascita, penek kuning, iwak itik putih maukem-ukem.
Melihat dari petikan sastra diatas dapat disimak bahwa pelaksanaan hari suci Kuningan dianjurkan jangan sampai lewat pk.12.00 siang, karena kalau lewat dari waktu tersebut para Dewata telah kembali ke Kayangan. Demikian juga tentang pemakaian uperengga sperti :
- Tamiang, sebagai simbul senjata cakra, kekuatan Wisnu
- Andong simbul senjata Moksala, kekuatan Sang Hyang Sangkara
- Panah (Sara) simbul senjata Nagapasa, kekuatan Sang Hyang Mahadewa.
Tata Upacara :
- Upakara di kemulan munggah :
– Rong tengah : pejati asoroh, banten danan, selangi 2 buah nasinya berwarna kuning, canang pesucian
– Rong kiri dan kanan : Banten soda kuning, banten danan, selangi 2 buah
- Pada pelinggih lain : Banten soda kuning, banten danan, selangi 2 buah.
- Upakara ayabannya : Banten ayaban senistane ayaban tumpeng 7 bungkul, tebog 5 buah, banten prayascita, dan byakaonan
Pelaksanaan Upacara :
Untuk Tata Pelaksanaan dan Dudonan, disesuaikan dengan upakara yang digunakan sama dengan Dudonan Galungan di atas, kemudian untuk pangastawa Ista Dewatanya yang dipakai puja Pangastawanya “Kawitan, Tiga Guru, Samodaya serta Pengastawa Khusus untuk Galungan, Kuningan dan Pagerwesi”, dan untuk Sesonteng hampir sama dan karena sesayutnya yang digunakan berbeda, maka sedikit berbeda pada sonteng aturannya saja.
[blockquote align=”none” author=”Albert Camus”]You will never be happy if you continue to search for what happiness consists of. You will never live if you are looking for the meaning of life.[/blockquote]
SPEND TIME WITH PEOPLE YOU LOVE
Disunting, Diedit, Diolah oleh :
Ida Rsi Bhagawan Smerthi Kusuma Wijaya Sebali – Griya Kusuma Sebali – Peshraman Sari Mandala Wangi
Jl. Trengguli Gg IV D1, no. 32 Tembau Kaja-Penatih,
Denpasar Timur-Bali.
1 comment
artikel yang sangat membantu dalam membuka wawasan pengetahuan keagaaman.
ijin Copy Paste Jro…
tyang kutip kembali ring blog tyang.
http://mgmplampung.blogspot.co.id
suksme